Jokowi, publik bisa menelisik rekam jejaknya selama tujuh tahun menjadi walikota Solo.

Perilakunya juga sama seperti itu, turun ke tengah-tengah masyarakat melihat persoalan, mendengarkan keluh-kesah warganya secara langsung dan lantas memetakan kebijakan untuk dilaksanakan sebagai solusinya.

Bedanya, di Solo ia tak begitu menyolok ketika "blusukan" ke kampung-kampung karena perawakan dan penampilannya seperti orang biasa.

Dengan begitu ia leluasa berdialog dengan rakyat dan menggali persoalan dari mereka.

Pemberitaan mengenai aksi Jokowi ini juga tak segempar ketika ia melakukan hal yang sama di ibukota.

Memang, pemberitaan mengenainya akhir-akhir ini sudah agak berlebihan. Segala gerak-gerik dan polah-tingkah Jokowi tak sedikitpun luput jadi berita.

Ini berbahaya karena bisa menjadi boomerang dan justru kontraproduktif. Lawan-lawan politik yang tak menyukai gerakan pembaruan yang digalakkan Jokowi di Jakarta pasti akan menuduhnya sebagai perbuatan riya dan pencitraan belaka.

Dalam minggu pertama kepemimpinan gubernur baru ini setidaknya sudah ada dua anggota DPRD dari fraksi yang berbeda mengkritik aksi jalan-jalan Jokowi ke lapangan dan rencana penarikan para kepala dinas untuk berkantor di balaikota.

Kepopuleran Jokowi yang melampaui partai pengusungnya dan bahkan pejabat-pejabat yang ada di sekitarnya pada suatu kesempatan, dikhawatirkan dapat menimbulkan kecemburuan.

Seperti belum lama ini di JIexpo Kemayoran saat mendampingi presiden membuka Trade Expo Indonesia 2012.

Saat nama Jokowi disebut oleh pembaca acara, berikutnya disebut lagi oleh mendag dan presiden, ia memperoleh sambutan tepuk-tangan paling gegap-gempita dibanding yang lain.

Pada bagian lain, kepopuleran Jokowi yang mengundang antusiasme berlebihan warga di setiap kunjungan lapangan dapat mengakibatkan misi belanja masalah menjadi bias dan tidak efektif.

Jokowi selalu menjadi kerubutan warga, lebih sibuk meladeni orang-orang yang ingin bersalaman atau berfoto bersama sehingga proses dialognya tidak berlangsung maksimal.

Meski demikian, warga ibukota mulai tergerak partisipasinya usai memperoleh kunjungan sang gubernur.

Terbukti warga Bukit Duri mulai mengukur tanah di pinggir sungai yang direncanakan untuk pembangunan kampung susun deret.

Saat kunjungan ke sana sehari setelah pelantikannya sebagai gubernur, Jokowi mempresentasikan rencana pembangunan kampung susun deret untuk warga bantaran sungai.

Program inipun memperoleh sambutan positif sehingga warga turut berpartisipasi baik dalam persiapan, pembangunan hingga perawatannya kelak.

Aksi Jokowi ke lapangan yang selalu mengajak serta para kepala dinas terkait juga menularkan energi positif bagi mereka.

Para kepala dinas dibuat kalang-kabut mengikuti perintah-perintah gubernur yang bertenggat waktu singkat itu.

Seperti perintah untuk membersihkan kali Padengan yang berbau busuk karena sampah yang menumpuk.

Kinerja Jokowi yang berkecepatan tinggi tidak saja membuat para kepala dinas terbirit-birit, wakil gubernur saja juga harus berusaha keras mengimbanginya.

Bahkan mengenai hal ini Ahok sempat berseloroh:

"Kalau gubernurnya Pak Jokowi, harusnya wakil gubernur empat orang".

Gerakan cepat Jokowi juga menuai sambutan dan dukungan dari para menteri.

Seperti rencana pembangunan sarana transportasi massal yang bertujuan mengurai kemacetan lalu-lintas spontan disahuti oleh menteri BUMN dan berikutnya menko perekonomian menyatakan dukungannya.

Maka bila dipetakan, gerakan Jokowi untuk menjadikan Jakarta baru telah menangguk dukungan dari berbagai lini koordinasi.

Ke bawah telah memperoleh dukungan partisipasi dari sebagian besar warga ibukota.

Hubungan secara horizontal ke DPRD masih belum terlalu meyakinkan karena kelompok yang berisikan lintas partai ini berpotensi merecoki kerja kepala daerah.

Tapi setidaknya, Ahok adalah pasangan yang sejalan dengan cita-cita suci Jokowi yang menjadikan duet ini solid dan kuat menghalau serangan dari dewan yang mungkin menghadang.