Mochtar Kusumaatmadja mengartikan hukum internasional
sebagai keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan
atau persoalan yang melintasi batas-batas negara, antara negara dengan negara
dan negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara
satu sama lain (Kusumaatmadja, 1999; 2)
Menurut J.G.
Starke, Hukum internasional adalah suatu sistem yang mengatur hak-hak dan
kewajiban-kewajiban negara.
hukum
internasional hanya mengatur hubungan antar negara dan oleh karena itu individu
tidak dapat dianggap sebagai subjek hukum internasional(boer mauna)
J.L.
Brierly dalam bukunya yang bejudul The Law of Nations: an Introduction to the
International law of peace mengemukakan bahwa Hukum Internasional dapat
difenisikan sebagai sekumpulan aturan-aturan dan asas-asas untuk berbuat
sesuatu yang mengikat negara-negara beradab di dalam hubungan mereka satu sama
lainnya (The law of Nations or Internatioanl law may be defined as the body of
rules and principles of actions which are binding upon civilized states in
their relations with one another)
- Definisi oleh Rebecca
M Wallace
Hukum Internasional merupakan
peraturan-peraturan dan norma-norma yang mengatur tindakan negara-negara dan
kesatuan lain yang pada suatu saat diakui mempunyai kepribadian internasional,
seperti misalnya organisasi internasional dan individu, dalam hal hubungan satu
dengan lainnya.
Mengemukakan bahwa hokum dan hubungan
internasional didasarkan pada kemauan bebas atau hokum alam dan persetujuan
beberapa atau semua Negara.Ini ditujukan demi kepentingan bersama dari mereka
yang menyatakan diri di dalamnya.
Hukum internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang
mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas Negara antara
Negara dengan Negara, Negara dengan subjek hukum internasional lainnya yang
bukan Negara atau subjek hukum bukan Negara satu sama lain.
- Definisi oleh Wirjono
Prodjodikoro
Hukum Internasional adalah hukum yang
mengatur perhubungan hukum antar berbagai bangsa di berbagai Negara.
Sam
Suhaedi, hukum Internasional adalah himpunan aturan, norma, dan asas yang
mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat internasional
Hukum
internasional sebenarnya sudah sejak lama dikenal eksisitensinya, yaitu pada zaman
Romawi Kuno. Orang-orang Romawi Kuno mengenal dua jenis hukum, yaitu Ius
Ceville dan Ius Gentium, Ius Ceville adalah hukum nasional yang berlaku bagi
masyarakat Romawi, dimanapun mereka berada, sedangkan Ius Gentium adalah hukum
yang diterapkan bagi orang asing, yang bukan berkebangsaan Romawi.
Dalam perkembangannya, Ius
Gentium berubah menjadi Ius Inter Gentium yang lebih dikenal juga dengan
Volkenrecth (Jerman), Droit de Gens (Perancis) dan kemudian juga dikenal
sebagai Law of Nations (Inggris). (Kusumaatmadja, 1999 ; 4)
Sesungguhnya, hukum internasional modern mulai berkembang
pesat pada abad XVI, yaitu sejak ditandatanganinya Perjanjian Westphalia 1648,
yang mengakhiri perang 30 tahun (thirty years war) di Eropa. Sejak saat itulah,
mulai muncul negara-negara yang bercirikan kebangsaan, kewilayahan atau
territorial, kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat.Dalam kondisi
semacam inilah sangat dimungkinkan tumbuh dan berkembangnya prinsip-prinsip dan
kaidah-kaidah hukum internasional. (Phartiana, 2003 ; 41)
Perkembangan hukum internasional modern ini, juga
dipengaruhi oleh karya-karya tokoh kenamaan Eropa, yang terbagi menjadi dua
aliran utama, yaitu golongan Naturalis dan golongan Positivis.
Menurut golongan Naturalis, prinsip-prinsip hukum dalam
semua sistem hukum bukan berasal dari buatan manusia, tetapi berasal dari
prinsip-prinsip yang berlaku secara universal, sepanjang masa dan yang dapat
ditemui oleh akal sehat.Hukum harus dicari, dan bukan dibuat.Golongan Naturalis
mendasarkan prinsip-prinsip atas dasar hukum alam yang bersumber dari ajaran
Tuhan.Tokoh terkemuka dari golongan ini adalah Hugo de Groot atau Grotius,
Fransisco de Vittoria, Fransisco Suarez dan Alberico Gentillis. (Mauna, 2003 ;
6)
Sementara itu, menurut golongan Positivis, hukum yang
mengatur hubungan antar negara adalah prinsip-prinsip yang dibuat oleh
negara-negara dan atas kemauan mereka sendiri.Dasar hukum internasional adalah
kesepakatan bersama antara negara-negara yang diwujudkan dalam
perjanjian-perjanjian dan kebiasaan-kebiasaan internasional. Seperti yang
dinyatakan oleh Jean-Jacques Rousseau dalam bukunya Du Contract Social, La loi
c’est l’expression de la Volonte Generale, bahwa hukum adalah pernyataan
kehendak bersama. Tokoh lain yang menganut aliran Positivis ini, antara lain
Cornelius van Bynkershoek, Prof. Ricard Zouche dan Emerich de Vattel.
Pada abad XIX, hukum internasional berkembang dengan
cepat, karena adanya faktor-faktor penunjang, antara lain :
1. Setelah Kongres Wina 1815, negara-negara Eropa berjanji
untuk selalu menggunakan prinsip-prinsip hukum internasional dalam hubungannya
satu sama lain.
2. Banyak dibuatnya perjanjian-perjanjian (law-making
treaties) di bidang perang, netralitas, peradilan dan arbitrase.
3. Berkembangnya perundingan-perundingan multilateral yang
juga melahirkan ketentuan-ketentuan hukum baru.
Di abad XX, hukum internasional mengalami perkembangan
yang sangat pesat, karena dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut:
1. Banyaknya negara-negara baru yang lahir sebagai akibat
dekolonisasi dan meningkatnya hubungan antar negara.
2. Kemajuan pesat teknologi dan ilmu pengetahuan yang
mengharuskan dibuatnya ketentuan-ketentuan baru yang mengatur kerjasama antar
negara di berbagai bidang.
3. Banyaknya perjanjian-perjanjian internasional yang
dibuat, baik bersifat bilateral, regional maupun bersifat global.
4. Bermunculannya organisasi-organisasi internasional,
seperti Perserikatan Bangsa Bangsa dan berbagai organ subsidernya, serta
Badan-badan Khusus dalam kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menyiapkan
ketentuan-ketentuan baru dalam berbagai bidang.
(Mauna, 2003; 7)
REFERENSI
Ardiwisastra Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional,
Bunga Rampai, Alumni, Bandung
Brownlie Ian, 1999, Principles of Public International
Law, Fourth Edition, Clarendon Press, Oxford
Burhantsani, Muhammad, 1990; Hukum dan Hubungan
Internasional, Yogyakarta : Penerbit Liberty.
Kusamaatmadja Mochtar, 1999, Pengantar Hukum
Internasional, Cetakan ke-9, Putra Abardin
Mauna Boer, 2003, Hukum Internasional; Pengertian, Peran
dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Cetakan ke-4, PT. Alumni, Bandung
Phartiana I Wayan, 2003, Pengantar Hukum Internasional,
Penerbit Mandar maju, Bandung
Situni F. A. Whisnu, 1989, Identifikasi dan Reformulasi
Sumber-Sumber Hukum Internasional, Penerbit Mandar Maju, Bandung
ASAS TERITORIAL
Menurut azas ini, negara melaksanakan hukum bagi semua orang dan semua barang
yang ada di wilayahnya dan terhadap semua barang atau orang yang berada
diwilayah tersebut, berlaku hukum asing (internasional) sepenuhnya.
ASAS KEBANGSAAN
Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara untuk warga negaranya, menurut asa
ini setiap negara di manapun juga dia berada tetap mendapatkan perlakuan hukum
dari negaranya, Asas ini mempunyai kekuatan extritorial, artinya hukum negera
tersebut tetap berlaku juga bagi warga negaranya, walaupun ia berada di negara
asing.
ASAS KEPENTINGAN UMUM
Asas ini didasarkan pada wewenang negara untuk melindungi dan mengatur
kepentingan dalan kehidupan masyarakat, dalam hal ini negara dapat menyesuaikan
diri dengan semua keadaan dan peristiwa yang berkaitan dengan kepentingan umum,
jadi hukum tidak terikat pada batas batas wilayah suatu negara.
Dalam pelaksanaan hukum
Internasional sebagai bagian dari hubungan internasional, dikenal ada beberapa
asas, antara lain:
1. PACTA SUNT SERVANDA
Setiap perjanjian yang telah dibuat harus ditaati oleh pihak
pihak yang mengadakannya.
2. EGALITY RIGHTS
Pihak yang saling mengadakan hubungan itu berkedudukan sama
3. RECIPROSITAS
Tindakan suatu negara terhadap negara lain dapat dibalas
setimpal, baik tindakan yang bersifat negatif ataupun posistif.
4. COURTESY
Asas saling menghornati dan saling menjaga kehormatan negera
5. REBUS SIG STANTIBUS
Asas yang dapat digunakan terhadap perubahan yang mendasar/fundamentali
dalam keadaan yang bertalian dengan perjanjian itu.
1.Perjanjian
internasional (traktat = treaty)
2.Kebiasaan-kebiasaan
internasional yang terbukti dalam praktek umum dan diterima sebagai hukum.
3.Asas-asas umum hukum yang
diakui oleh bangsa-bangsa beradab.
4.Keputusan-keputusan hakim
dan ajaran-ajaran para ahli hukum internasional dari berbagai Negara sebagai
alat tambahan untuk menentukan hukum.
5.Pendapat-pendapat para
ahli hukum yang terkemuka.
SUMBER-SUMBER HUKUM
INTERNASIONAL
No.
|
Sumber
Hukum Internasional
|
Penjelasan
|
Contoh
|
1.
|
Perjanjian
internasional
|
Perjanjian
internasional meakibatkan pihak-pihak yang mengadakan perjanjian saling
menyetujui, menimbulkan hak dan kewajiban dalam bidang internasional.
kedudukan perjanjian internasional sebagai sumber hukum internasional sangat
penting mengingat perjanjian internasional lebih menjamin kepastian hukum
karena dibuat secara tertulis
|
Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian
tahun 1969
|
2.
|
Kebiasaan-kebiasaanInternasional
|
Tidak setiap
kebiasaan internasional dapat menjadi sumber hukum, ada dua syarat untuk
dapat dikatakan menjadi sumber hukum, yaitu: harus terdapat suatu kenbiasaan
yang bersifat umum (unsur material) dan kebiasaan itu harus diterima sebagai
hukum (unsur psikologis).
|
Kebiasaan untuk memberikan sambutan
kehormatan waktu kedatangan tamu resmi dari negara lain dengan tembakan
meriam
|
3.
|
Prinsip-prinsip hukum umum yang diakui
|
Adanya
prinsip-prinsp hukum umum sebagai sumber hukum primer, sangat penting bagi
pertumbuhan dan perkembangan hukum internasional sebagai system hukum
positif, karena prinsip-prinsip hukum umum ini melandasi semua hukum yang ada
di dunia, baik hukum internasional maupun hukum nasional.
|
Prinsip pacta sunt servanda, prinsip itikad
baik, prinsip resiprositas, prinsip yurisprudensi domestic dan
prinsip-prinsip hukum umum.
|
4.
|
Keputusan-keputusan
pengadilan
|
Keputusan-keputusan
peradilan memainkan peranan yang cukup penting dalam membantu pembentukan
norma-norma baru hukum internasional. Keputusan-keputusan Mahkamah
Internasional dapat berupa keputusan yang bukan atas pelaksanaan hukum
positif tetapi atas dasa prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran.
|
dalam sengketa–sengketa ganti rugi dan
penangkapan ikan telah memasukkan unsur-unsur baru ke dalam hukum
internasional
|
5.
|
Ajaran-ajaran para ahli/sarjana
|
Pendapat
para sarjana terkemuka, mengenai suatu masalah tertentu, meskipun bukan
merupakan hukum positif, seringkali dikutip untuk memperkuat argument tentang
adanya atau kebenaran dari suatu norma hukum. Pendapat para sarjana akan
lebih berpengaruh jika dikemukakan oleh perkumpulan professional.
|
Komisi hukum internasionakl yang
beranggotakan para ahli hukum, dibentuk oleh majelis umum PBB berdasarkan
Resolusi MU 1947
|
Perjanjian
internasional
|
Perjanjian
internasional meakibatkan pihak-pihak yang mengadakan perjanjian saling
menyetujui, menimbulkan hak dan kewajiban dalam bidang internasional.
kedudukan perjanjian internasional sebagai sumber hukum internasional sangat
penting mengingat perjanjian internasional lebih menjamin kepastian hukum
karena dibuat secara tertulis
|
|
|
|
|
|
|
|
Perjanjian internasional meakibatkan pihak-pihak
yang mengadakan perjanjian saling menyetujui, menimbulkan hak dan kewajiban
dalam bidang internasional.
Subyek hukum internasional diartikan sebagai pemilik, pemegang atau pendukung hak dan
pemikul kewajiban berdasarkan hukum internasional. Pada awal mula, dan
kelahiran dan pertumbuhan hukum internasional, hanya negaralah yang dipandang
sebagai subjek hukum internasional
Subjek Hukum Internasional adalah semua pihak atau entitas yang dapat dibebani oleh hak dan
kewajiban yang diatur oleh Hukum Internasional. Hak dan kewajiban tersebut
berasal dan semua ketentuan baik yang bersifat formal ataupun non-formal dari
perjanjian internasional ataupun dan kebiasaan internasional (Istanto, Ibid:
16; Mauna, 2001:12).
Ciri Subyek Hukum Internasional
·
Semua entitas
·
ada Kemampuan
·
Memiliki dan melaksanakan hak dan kewajiban menurut hukum
internasional.
Dewasa ini subjek-subjek hukum internasional yang diakui
oleh masyarakat internasional, adalah:
Negara
Menurut Konvensi Montevideo 1949, mengenai Hak dan
Kewajiban Negara, kualifikasi suatu negara untuk disebut sebagai pribadi dalam
hukum internasional adalah:
·
Penduduk yang tetap
·
Wilayah tertentu
·
Pemenintahan
·
Kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain
Beberapa literatur menyebutkan bahwa negara adalah subjek
hukum internasional yang utama, bahkan ada beberapa literatur yang menyebutkan
bahwa negara adalah satu-satunya subjek hukum internasional.
Alasan yang mendasari pendapat yang menyatakan bahwa
negara adalah subjek hukum internasional yang utama adalah:
·
Hukum internasional mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban
negara, sehingga yang harus diatur oleh hukum internasional terutama adalah
Negara.
·
Pearjanjian internasional merupakan sumber hukum internasional
yang utama dimana negara yang paling berperan menciptakannya.
Organisasi Internasional
Klasifikasi organisasi internasional menurut Theodore A
Couloumbis dan James 11. Wolfe:
·
Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan secara global
dengan maksud dan tujuan yang bersifat umum, contohnya adalah Perserikatan
Bangsa-Bangsa;
·
Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan global dengan
maksud dan tujuan yang bersifat spesifik, contohnya adalah World Bank, UNESCO,
International Monetary Fund, International Labor Organization, dan lain-lain;
·
Organisasi internasional dengan keanggotaan regional dengan
maksud dan tujuan global, antara lain: Association of South East Asian Nation
(ASEAN), Europe Union.
Dasar hukum yang menyatakan bahwa organisasi
internasional adalah subjeh hukum internasional adalab pasal 104 piagam PBB.
Palang Merah Internasional
Sebenarnya Palang Merah Internasional, hanyalah merupakan
salah satu jenis organisasi internasional. Namun karena faktor sejarah,
keberadaan Palang Merah Internasional di dalam hubungan dan hukum internasional
menjadi sangat unik dan di samping itu juga menjadi sangat strategis. Pada awal
mulanya, Palang Merah Internasional merupakan organisasi dalam yang lingkup
nasional, yaitu Swiss, didirikan oleh lima orang berkewarganegaraan Swiss, yang
dipimpin oleh Henry Dunant dan bergerak di bidang kemanusiaan. Kegiatan
kemanusiaan yang dilakukan oleh Palang Merah Internasional mendapatkan simpati
dan meluas di banyak negara, yang kemudian membentuk Palang Merah Nasional di
masing-masing wilayahnya.Palang Merah Nasional dan negara-negara itu kemudian
dihimpun menjadi Palang Merah Internasional (International Committee of the Red
Cross/ICRC) dan berkedudukan di Jenewa, Swiss. (Phartiana, 2003; 123)
Dasar hukumya:
·
Internasionai committee of red cross (ICRC)
·
Konvensi jenewa 1949 tentang perlindungan korban perang
Tahta Suci Vatikan
Tahta Suci Vatikan di akui sebagai subyek hukum
internasional berdasarkan Traktat Lateran tanggal 11 Februari 1929, antara
pemerintah Italia dan Tahta Suci Vatikan mengenai penyerahan sebidang tanah di
Roma. Perjanjian Lateran tersebut pada sisi lain dapat dipandang sebagai
pengakuan Italia atas eksistensi Tahta Suci sebagai pribadi hukum internasional
yang berdiri sendiri, walaupun tugas dan kewenangannya, tidak seluas tugas dan
kewenangan negara, sebab hanya terbatas pada bidang kerohanian dan kemanusiaan,
sehingga hanya memiliki kekuatan moral saja, namun wibawa Paus sebagai pemimpin
tertinggi Tahta Suci dan umat Katholik sedunia, sudah diakui secara luas di
seluruh dunia. Oleh karena itu, banyak negara membuka hubungan diplomatik
dengan Tahta Suci, dengan cara menempatkan kedutaan besarnya di Vatikan dan
demikian juga sebaliknya Tahta Suci juga menempatkan kedutaan besarnya di
berbagai negara. (Phartiana, 2003, 125)
Dasar hukumnya:
·
Lateran Tretay (11 february 1929)
Kaum Pemberontak/Beligerensi (Belligerent)
Kaum beligerensi pada awalnya muncul sebagai akibat dan
masalah dalam negeri suatu negara berdaulat.Oleh karena itu, penyelesaian
sepenuhnya merupakan urusan negara yang bersangkutan. Namun apabila
pemberontakan tersebut bersenjata dan terus berkembang, seperti perang saudara
dengan akibat-akibat di luar kemanusiaan, bahkan meluas ke negara-negara lain,
maka salah satu sikap yang dapat diambil adalah mengakui eksistensi atau
menerima kaum pemberontak sebagai pribadi yang berdiri sendiri, walaupun sikap
ini akan dipandang sebagai tindakan tidak bersahabat oleh pemerintah negara
tempat pemberontakan terjadi. Dengan pengakuan tersebut, berarti bahwa dari
sudut pandang negara yang mengakuinya, kaum pemberontak menempati status
sebagai pribadi atau subyek hukum internasional.
Dasar hukumnya:
·
Hak untuk menentukan nasib sendiri
·
Hak untuk memilih sistem ekonomi, social dan budaya sendiri
·
Hak untuk menguasai sumber daya alam
Individu
Pertumbuhan dan perkembangan kaidah-kaidah hukum
internasional yang memberikan hak dan membebani kewajiban serta tanggungjawab
secara langsung kepada individu semakin bertambah pesat, terutama setelah
Perang Dunia II. Lahirnya Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal
Declaration of Human Rights) pada tanggal 10 Desember 1948 diikuti dengan
lahirnya beberapa konvensi-konvensi hak asasi manusia di berbagai kawasan, dan
hal ini semakin mengukuhkan eksistensi individu sebagai subyek hukum internasional
yang mandiri.
Dasar hukumnya:
·
Perjanjian Versailles 1919 pasal 297 dan 304
·
Perjanjian upersilesia 1922
·
Keputusan permanent court of justice 1928
·
Perjanjian London 1945 (lnggris, Prancis, Rusia, USA)
·
Konvensi Genocide 1948
Perumusan Multinasional
Perusahaan multinasional memang merupakan fenomena baru
dalam hukum dan hubungan internasional.Eksistensinya dewasa ini memang
merupakan suatu fakta yang tidak bisa disangkal lagi.Di beberapa tempat,
negara-negara dan organisasi internasional mengadakan hubungan dengan
perusahaan-perusahaan multinasional yang kemudian melahirkan hak-hak dan
kewajiban internasional, yang tentu saja berpengaruh terhadap eksistensi,
struktur substansi dan ruang lingkup hukurn internasional itu sendiri.
Lembaga Peradilan
Internasional
1. Mahkamah Internasional :
Mahkamah internasional adalah lembaga
kehakiman PBB berkedudukan di Den Haag, Belanda. Didirikan pada tahun 1945
berdasarkan piagam PBB, berfungsi sejak tahun 1946 sebagai pengganti dari
Mahkamah Internasional Permanen.
Mahkamah Internasional terdiri dari 15 hakim, dua merangkap ketua dan wakil
ketua, masa jabatan 9 tahun. Anggotanya direkrut dari warga Negara anggota yang
dinilai cakap di bidang hukum internasional. Lima berasal dari Negara anggota
tetap Dewan Keamanan PBB seperti Cina, Rusia, Amerika serikat, Inggris dan
Prancis.
Fungsi Mahkamah Internasional:
Adalah menyelesaikan kasus-kasus persengketaan internasional yang subyeknya
adalah Negara. Ada 3 kategori Negara, yaitu :
• Negara anggota PBB, otomatis dapat mengajukan kasusnya ke Mahkamah
Internasional.
• Negara bukan anggota PBB yang menjadi wilayah kerja Mahkamah intyernasional.
Dan yang bukan wilayah kerja Mahkamah Internasional boleh mengajukan kasusnya
ke Mahkamah internasional dengan syarat yang ditentukan dewan keamanan PBB.
• Negara bukan wilayah kerja (statute) Mahkamah internasional, harus membuat
deklarasi untuk tunduk pada ketentuan Mahjkamah internasional dan Piagam PBB.
Yuridikasi Mahkamah Internasional :
Adalah kewenangan yang dimilki oleh Mahkamah Internasional yang bersumber pada
hukum internasional untuk meentukan dan menegakkan sebuah aturan hukum.
Kewenangan atau Yuridiksi ini meliputi:
• Memutuskan perkara-perkara pertikaian (Contentious Case).
• Memberikan opini-opini yang bersifat nasehat (Advisory Opinion).
Yuridikasi menjadi dasar Mahkamah
internasional dalam menyelesaikan sengketa Internasional. Beberapa kemungkinan
Cara penerimaan Yuridikasi sbb :
• Perjanjian khusus, dalam mhal ini para pihak yang bersengketa perjanjian khusus
yang berisi subyek sengketa dan pihak yang bersengketa. Contoh kasus Indonesia
degan Malaysia mengenai Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan.
• Penundukan diri dalam perjanjian internasional, Para pihak yang sengketa
menundukkan diri pada perjanjian internasional diantara mereka, bila terjadi
sengketa diantara para peserta perjanjian.
• Pernyataan penundukan diri Negara peserta statute Mahkamah internasional,
mereka tunduk pada Mahkamah internasional, tanpa perlu membuat
perjanjiankhusus.
• Keputusan Mahkamah internasional Mengenai yuriduksinya, bila terjadi sengketa
mengenai yuridikasi Mahkamah Internasional maka sengketa tersebut diselesaikan
dengan keputusan Mahkamah Internasional sendiri.
• Penafsiran Putusan, dilakukan jika dimainta oleh salah satu atau pihak yang
bersengketa. Penapsiran dilakukan dalambentuk perjanjian pihak bersengketa.
• Perbaikan putusan, adanya permintaan dari pihak yang bersengketa karena
adanya fakta baru (novum) yang belum duiketahui oleh Mahkamah Internasional.
2. Mahkamah Pidana Internasional :
Bertujuan untuk mewujudkan supremasi hukum internasional dan memastikan pelaku
kejahatan internasional. Terdiri dari 18 hakim dengan masa jabatan 9 tahun dan
ahli dibidang hukum pidana internasional. Yuridiksi atau kewenangan yang
dimiliki oleh Mahkamah Pidana Internasional adalah memutus perkara terhadap
pelaku kejahatan berat oleh warga Negara dari Negara yang telah meratifikasi
Statuta Mahkamah.
3. Panel Khusus dan Spesial Pidana
internasional :
Adalah lembaga peradilan internasional yang berwenang mengadili para tersangka
kejahatan berat internasional yang bersifat tidak permanen atau sementara (ad
hoc) dalam arti setelah selesai mengadili maka peradilan ini dibubarkan.
Yuridiksi atau kewenangan darai Panel khusus dan special pidana internasional
ini, adalah menyangkut tindak kejahatan perang dan genosida (pembersihan etnis)
tanpa melihat apakah Negara dari si pelaku itu telah meratifikasi atau belum
terhadap statute panel khusus dan special pidana internasional ini. Contoh
Special Court for East Timor dan Indonesia membentuk Peradilan HAM dengan UU
No. 26 tahun 2000.
1.Konflik
perebutan wilayah antara Filipina dengan Malaysia mengenai klaim Filipina atas
wilayah Kesultanan Sabah Malaysia Timur.
2.Konflik antara Singapura
dengan Malaysia tentang perebutan Pulau Batu Putih di Selat Johor;
3.Perbedaan pendapat antara
Malaysia dan Brunei mengenai batas wilayah tak bertanda di daratan Sarawak
Malaysia Timur serta batas wilayah perairan Zona Ekonomi Eksklusif;
4.Konflik berlarut antara
Myanmar dan Bangladesh di wilayah perbatasan;
5.Sengketa antara Cina dan
Vietnam tentang pemilikan wilayah perairan di sekitar Kepulauan Paracel;
Pada tanggal 16 Desember 2009, the International
Tribunal for the Law of the Sea-ITLOS (selanjutnya disebut Tribunal)
mengumumkan bahwa baru saja menerima berkas sengketa batas maritim antar negara
untuk diselesaikan.Sengketa tersebut melibatkan dua negara bertetangga di
perairan Teluk Bengal, yaitu Banglades dan Myanmar.Di luar itu, perlu dicatat
bahwa Banglades juga sedang mempersiapkan pengajuan sengketa batas maritimnya
dengan India ke Mahkamah Internasional.Myanmar dan
Banglades telah melakukan perundingan bilateral untuk menetapkan batas diantara
mereka selama lebih kurang 35 tahun.Hal ini menjadi salah satu bukti bahwa
perundingan batas maritim antar negara adakalanya dapat memakan waktu yang
cukup lama dan belum tentu menghasilkan garis batas yang diterima para
pihak.Sangat mungkin satu-satunya kesepakatan yang dicapai adalah kesepakatan
untuk mencari penyelesaian melalui pihak ketiga, termasuk melalui Tribunal atau
mahkamah internasional lainnya.
Yang perlu digaris bawahi adalah keputusan untuk menyelesaikan sengketa
batas maritim melalui jalur pihak ketiga, seperti apa yang dilakukan Banglades
dan Myanmar, seyogyanya tidak dilihat sebagai rusaknya hubungan persahabatan
antara para pihak yang bersengketa. Hal ini haruslah dilihat sebagai salah satu
cara penyelesaian sengketa dengan cara-cara damai sebagaimana yang diamanatkan
oleh Piagam PBB demi menjaga perdamaian antara para pihak secara khusus dan
dunia secara umum.
Sipadan-Ligitan
Akhirnya Lepas
- Meski Kecewa,
Pemerintah RI Menerima
JAKARTA - Pemerintah Indonesia mengaku kecewa atas kekalahan dalam perebutan
Pulau Sipadan-Ligitan. Meski demikian, Pemerintah RI akan menerima keputusan
Mahkamah Internasional ini sebagai keputusan final dan mengikat.
Menurut Majelis Hakim yang dipimpin Gilbert
Guillaume dari Prancis, argumen yang dimiliki Indonesia dalam perkara itu
dianggap tidak relevan.Dengan demikian, Majelis Hakim memutuskan bahwa pulau
itu secara definitif menjadi milik Malaysia.