hanafi dwi saputro

Rabu, 25 Juli 2012

hukum internasional menurut para ahli


Mochtar Kusumaatmadja mengartikan hukum internasional sebagai keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara, antara negara dengan negara dan negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain (Kusumaatmadja, 1999; 2)
Menurut J.G. Starke, Hukum internasional adalah suatu sistem yang mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban negara.
hukum internasional hanya mengatur hubungan antar negara dan oleh karena itu individu tidak dapat dianggap sebagai subjek hukum internasional(boer mauna)

J.L. Brierly dalam bukunya yang bejudul The Law of Nations: an Introduction to the International law of peace mengemukakan bahwa Hukum Internasional dapat difenisikan sebagai sekumpulan aturan-aturan dan asas-asas untuk berbuat sesuatu yang mengikat negara-negara beradab di dalam hubungan mereka satu sama lainnya (The law of Nations or Internatioanl law may be defined as the body of rules and principles of actions which are binding upon civilized states in their relations with one another)
  • Definisi oleh Rebecca M Wallace
Hukum Internasional merupakan peraturan-peraturan dan norma-norma yang mengatur tindakan negara-negara dan kesatuan lain yang pada suatu saat diakui mempunyai kepribadian internasional, seperti misalnya organisasi internasional dan individu, dalam hal hubungan satu dengan lainnya.
  • Hugo de Groot
Mengemukakan bahwa hokum dan hubungan internasional didasarkan pada kemauan bebas atau hokum alam dan persetujuan beberapa atau semua Negara.Ini ditujukan demi kepentingan bersama dari mereka yang menyatakan diri di dalamnya.
Hukum internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas Negara antara Negara dengan Negara, Negara dengan subjek hukum internasional lainnya yang bukan Negara atau subjek hukum bukan Negara satu sama lain.
  • Definisi oleh Wirjono Prodjodikoro
Hukum Internasional adalah hukum yang mengatur perhubungan hukum antar berbagai bangsa di berbagai Negara.
Sam Suhaedi, hukum Internasional adalah himpunan aturan, norma, dan asas yang mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat internasional






Hukum internasional sebenarnya sudah sejak lama dikenal eksisitensinya, yaitu pada zaman Romawi Kuno. Orang-orang Romawi Kuno mengenal dua jenis hukum, yaitu Ius Ceville dan Ius Gentium, Ius Ceville adalah hukum nasional yang berlaku bagi masyarakat Romawi, dimanapun mereka berada, sedangkan Ius Gentium adalah hukum yang diterapkan bagi orang asing, yang bukan berkebangsaan Romawi. 
Dalam perkembangannya, Ius Gentium berubah menjadi Ius Inter Gentium yang lebih dikenal juga dengan Volkenrecth (Jerman), Droit de Gens (Perancis) dan kemudian juga dikenal sebagai Law of Nations (Inggris). (Kusumaatmadja, 1999 ; 4)

Sesungguhnya, hukum internasional modern mulai berkembang pesat pada abad XVI, yaitu sejak ditandatanganinya Perjanjian Westphalia 1648, yang mengakhiri perang 30 tahun (thirty years war) di Eropa. Sejak saat itulah, mulai muncul negara-negara yang bercirikan kebangsaan, kewilayahan atau territorial, kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat.Dalam kondisi semacam inilah sangat dimungkinkan tumbuh dan berkembangnya prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum internasional. (Phartiana, 2003 ; 41)
Perkembangan hukum internasional modern ini, juga dipengaruhi oleh karya-karya tokoh kenamaan Eropa, yang terbagi menjadi dua aliran utama, yaitu golongan Naturalis dan golongan Positivis. 
Menurut golongan Naturalis, prinsip-prinsip hukum dalam semua sistem hukum bukan berasal dari buatan manusia, tetapi berasal dari prinsip-prinsip yang berlaku secara universal, sepanjang masa dan yang dapat ditemui oleh akal sehat.Hukum harus dicari, dan bukan dibuat.Golongan Naturalis mendasarkan prinsip-prinsip atas dasar hukum alam yang bersumber dari ajaran Tuhan.Tokoh terkemuka dari golongan ini adalah Hugo de Groot atau Grotius, Fransisco de Vittoria, Fransisco Suarez dan Alberico Gentillis. (Mauna, 2003 ; 6)
Sementara itu, menurut golongan Positivis, hukum yang mengatur hubungan antar negara adalah prinsip-prinsip yang dibuat oleh negara-negara dan atas kemauan mereka sendiri.Dasar hukum internasional adalah kesepakatan bersama antara negara-negara yang diwujudkan dalam perjanjian-perjanjian dan kebiasaan-kebiasaan internasional. Seperti yang dinyatakan oleh Jean-Jacques Rousseau dalam bukunya Du Contract Social, La loi c’est l’expression de la Volonte Generale, bahwa hukum adalah pernyataan kehendak bersama. Tokoh lain yang menganut aliran Positivis ini, antara lain Cornelius van Bynkershoek, Prof. Ricard Zouche dan Emerich de Vattel.
Pada abad XIX, hukum internasional berkembang dengan cepat, karena adanya faktor-faktor penunjang, antara lain : 
1. Setelah Kongres Wina 1815, negara-negara Eropa berjanji untuk selalu menggunakan prinsip-prinsip hukum internasional dalam hubungannya satu sama lain. 
2. Banyak dibuatnya perjanjian-perjanjian (law-making treaties) di bidang perang, netralitas, peradilan dan arbitrase. 
3. Berkembangnya perundingan-perundingan multilateral yang juga melahirkan ketentuan-ketentuan hukum baru.
Di abad XX, hukum internasional mengalami perkembangan yang sangat pesat, karena dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut:
1. Banyaknya negara-negara baru yang lahir sebagai akibat dekolonisasi dan meningkatnya hubungan antar negara. 
2. Kemajuan pesat teknologi dan ilmu pengetahuan yang mengharuskan dibuatnya ketentuan-ketentuan baru yang mengatur kerjasama antar negara di berbagai bidang. 
3. Banyaknya perjanjian-perjanjian internasional yang dibuat, baik bersifat bilateral, regional maupun bersifat global. 
4. Bermunculannya organisasi-organisasi internasional, seperti Perserikatan Bangsa Bangsa dan berbagai organ subsidernya, serta Badan-badan Khusus dalam kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menyiapkan ketentuan-ketentuan baru dalam berbagai bidang. 
(Mauna, 2003; 7)

REFERENSI
Ardiwisastra Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional, Bunga Rampai, Alumni, Bandung
Brownlie Ian, 1999, Principles of Public International Law, Fourth Edition, Clarendon Press, Oxford
Burhantsani, Muhammad, 1990; Hukum dan Hubungan Internasional, Yogyakarta : Penerbit Liberty.
Kusamaatmadja Mochtar, 1999, Pengantar Hukum Internasional, Cetakan ke-9, Putra Abardin
Mauna Boer, 2003, Hukum Internasional; Pengertian, Peran dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Cetakan ke-4, PT. Alumni, Bandung
Phartiana I Wayan, 2003, Pengantar Hukum Internasional, Penerbit Mandar maju, Bandung
Situni F. A. Whisnu, 1989, Identifikasi dan Reformulasi Sumber-Sumber Hukum Internasional, Penerbit Mandar Maju, Bandung

ASAS TERITORIAL
Menurut azas ini, negara melaksanakan hukum bagi semua orang dan semua barang yang ada di wilayahnya dan terhadap semua barang atau orang yang berada diwilayah tersebut, berlaku hukum asing (internasional) sepenuhnya.
ASAS KEBANGSAAN
Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara untuk warga negaranya, menurut asa ini setiap negara di manapun juga dia berada tetap mendapatkan perlakuan hukum dari negaranya, Asas ini mempunyai kekuatan extritorial, artinya hukum negera tersebut tetap berlaku juga bagi warga negaranya, walaupun ia berada di negara asing.
ASAS KEPENTINGAN UMUM
Asas ini didasarkan pada wewenang negara untuk melindungi dan mengatur kepentingan dalan kehidupan masyarakat, dalam hal ini negara dapat menyesuaikan diri dengan semua keadaan dan peristiwa yang berkaitan dengan kepentingan umum, jadi hukum tidak terikat pada batas batas wilayah suatu negara.
Dalam pelaksanaan hukum Internasional sebagai bagian dari hubungan internasional, dikenal ada beberapa asas, antara lain:
1. PACTA SUNT SERVANDA
Setiap perjanjian yang telah dibuat harus ditaati oleh pihak pihak yang mengadakannya.
2. EGALITY RIGHTS
Pihak yang saling mengadakan hubungan itu berkedudukan sama
3. RECIPROSITAS
Tindakan suatu negara terhadap negara lain dapat dibalas setimpal, baik tindakan yang bersifat negatif ataupun posistif.
4. COURTESY
Asas saling menghornati dan saling menjaga kehormatan negera
5. REBUS SIG STANTIBUS
Asas yang dapat digunakan terhadap perubahan yang mendasar/fundamentali dalam keadaan yang bertalian dengan perjanjian itu.


1.Perjanjian internasional (traktat = treaty)
2.Kebiasaan-kebiasaan internasional yang terbukti dalam praktek umum dan diterima sebagai hukum.
3.Asas-asas umum hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab.
4.Keputusan-keputusan hakim dan ajaran-ajaran para ahli hukum internasional dari berbagai Negara sebagai alat tambahan untuk menentukan hukum.
5.Pendapat-pendapat para ahli hukum yang terkemuka.

SUMBER-SUMBER HUKUM INTERNASIONAL
No.
Sumber Hukum Internasional
Penjelasan
Contoh
1.
Perjanjian internasional
Perjanjian internasional meakibatkan pihak-pihak yang mengadakan perjanjian saling menyetujui, menimbulkan hak dan kewajiban dalam bidang internasional. kedudukan perjanjian internasional sebagai sumber hukum internasional sangat penting mengingat perjanjian internasional lebih menjamin kepastian hukum karena dibuat secara tertulis
Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian tahun 1969
2.
Kebiasaan-kebiasaanInternasional
Tidak setiap kebiasaan internasional dapat menjadi sumber hukum, ada dua syarat untuk dapat dikatakan menjadi sumber hukum, yaitu: harus terdapat suatu kenbiasaan yang bersifat umum (unsur material) dan kebiasaan itu harus diterima sebagai hukum (unsur psikologis).
Kebiasaan untuk memberikan sambutan kehormatan waktu kedatangan tamu resmi dari negara lain dengan tembakan meriam
3.
Prinsip-prinsip hukum umum yang diakui
Adanya prinsip-prinsp hukum umum sebagai sumber hukum primer, sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan hukum internasional sebagai system hukum positif, karena prinsip-prinsip hukum umum ini melandasi semua hukum yang ada di dunia, baik hukum internasional maupun hukum nasional.
Prinsip pacta sunt servanda, prinsip itikad baik, prinsip resiprositas, prinsip yurisprudensi domestic dan prinsip-prinsip hukum umum.
4.
Keputusan-keputusan pengadilan
Keputusan-keputusan peradilan memainkan peranan yang cukup penting dalam membantu pembentukan norma-norma baru hukum internasional. Keputusan-keputusan Mahkamah Internasional dapat berupa keputusan yang bukan atas pelaksanaan hukum positif tetapi atas dasa prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran.
dalam sengketa–sengketa ganti rugi dan penangkapan ikan telah memasukkan unsur-unsur baru ke dalam hukum internasional
5.
Ajaran-ajaran para ahli/sarjana
Pendapat para sarjana terkemuka, mengenai suatu masalah tertentu, meskipun bukan merupakan hukum positif, seringkali dikutip untuk memperkuat argument tentang adanya atau kebenaran dari suatu norma hukum. Pendapat para sarjana akan lebih berpengaruh jika dikemukakan oleh perkumpulan professional.
Komisi hukum internasionakl yang beranggotakan para ahli hukum, dibentuk oleh majelis umum PBB berdasarkan Resolusi MU 1947
Perjanjian internasional
Perjanjian internasional meakibatkan pihak-pihak yang mengadakan perjanjian saling menyetujui, menimbulkan hak dan kewajiban dalam bidang internasional. kedudukan perjanjian internasional sebagai sumber hukum internasional sangat penting mengingat perjanjian internasional lebih menjamin kepastian hukum karena dibuat secara tertulis







Perjanjian internasional meakibatkan pihak-pihak yang mengadakan perjanjian saling menyetujui, menimbulkan hak dan kewajiban dalam bidang internasional.
Subyek hukum internasional diartikan sebagai pemilik, pemegang atau pendukung hak dan pemikul kewajiban berdasarkan hukum internasional. Pada awal mula, dan kelahiran dan pertumbuhan hukum internasional, hanya negaralah yang dipandang sebagai subjek hukum internasional
Subjek Hukum Internasional adalah semua pihak atau entitas yang dapat dibebani oleh hak dan kewajiban yang diatur oleh Hukum Internasional. Hak dan kewajiban tersebut berasal dan semua ketentuan baik yang bersifat formal ataupun non-formal dari perjanjian internasional ataupun dan kebiasaan internasional (Istanto, Ibid: 16; Mauna, 2001:12).
Ciri Subyek Hukum Internasional
·         Semua entitas
·         ada Kemampuan
·         Memiliki dan melaksanakan hak dan kewajiban menurut hukum internasional.
Dewasa ini subjek-subjek hukum internasional yang diakui oleh masyarakat internasional, adalah:



Negara
Menurut Konvensi Montevideo 1949, mengenai Hak dan Kewajiban Negara, kualifikasi suatu negara untuk disebut sebagai pribadi dalam hukum internasional adalah:
·         Penduduk yang tetap
·         Wilayah tertentu
·         Pemenintahan
·         Kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain
Beberapa literatur menyebutkan bahwa negara adalah subjek hukum internasional yang utama, bahkan ada beberapa literatur yang menyebutkan bahwa negara adalah satu-satunya subjek hukum internasional.
Alasan yang mendasari pendapat yang menyatakan bahwa negara adalah subjek hukum internasional yang utama adalah:
·         Hukum internasional mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban negara, sehingga yang harus diatur oleh hukum internasional terutama adalah Negara.
·         Pearjanjian internasional merupakan sumber hukum internasional yang utama dimana negara yang paling berperan menciptakannya.

Organisasi Internasional
Klasifikasi organisasi internasional menurut Theodore A Couloumbis dan James 11. Wolfe:
·         Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan secara global dengan maksud dan tujuan yang bersifat umum, contohnya adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa;
·         Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan global dengan maksud dan tujuan yang bersifat spesifik, contohnya adalah World Bank, UNESCO, International Monetary Fund, International Labor Organization, dan lain-lain;
·         Organisasi internasional dengan keanggotaan regional dengan maksud dan tujuan global, antara lain: Association of South East Asian Nation (ASEAN), Europe Union.
Dasar hukum yang menyatakan bahwa organisasi internasional adalah subjeh hukum internasional adalab pasal 104 piagam PBB.

Palang Merah Internasional
Sebenarnya Palang Merah Internasional, hanyalah merupakan salah satu jenis organisasi internasional. Namun karena faktor sejarah, keberadaan Palang Merah Internasional di dalam hubungan dan hukum internasional menjadi sangat unik dan di samping itu juga menjadi sangat strategis. Pada awal mulanya, Palang Merah Internasional merupakan organisasi dalam yang lingkup nasional, yaitu Swiss, didirikan oleh lima orang berkewarganegaraan Swiss, yang dipimpin oleh Henry Dunant dan bergerak di bidang kemanusiaan. Kegiatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Palang Merah Internasional mendapatkan simpati dan meluas di banyak negara, yang kemudian membentuk Palang Merah Nasional di masing-masing wilayahnya.Palang Merah Nasional dan negara-negara itu kemudian dihimpun menjadi Palang Merah Internasional (International Committee of the Red Cross/ICRC) dan berkedudukan di Jenewa, Swiss. (Phartiana, 2003; 123)
Dasar hukumya:
·         Internasionai committee of red cross (ICRC)
·         Konvensi jenewa 1949 tentang perlindungan korban perang

Tahta Suci Vatikan
Tahta Suci Vatikan di akui sebagai subyek hukum internasional berdasarkan Traktat Lateran tanggal 11 Februari 1929, antara pemerintah Italia dan Tahta Suci Vatikan mengenai penyerahan sebidang tanah di Roma. Perjanjian Lateran tersebut pada sisi lain dapat dipandang sebagai pengakuan Italia atas eksistensi Tahta Suci sebagai pribadi hukum internasional yang berdiri sendiri, walaupun tugas dan kewenangannya, tidak seluas tugas dan kewenangan negara, sebab hanya terbatas pada bidang kerohanian dan kemanusiaan, sehingga hanya memiliki kekuatan moral saja, namun wibawa Paus sebagai pemimpin tertinggi Tahta Suci dan umat Katholik sedunia, sudah diakui secara luas di seluruh dunia. Oleh karena itu, banyak negara membuka hubungan diplomatik dengan Tahta Suci, dengan cara menempatkan kedutaan besarnya di Vatikan dan demikian juga sebaliknya Tahta Suci juga menempatkan kedutaan besarnya di berbagai negara. (Phartiana, 2003, 125)
Dasar hukumnya:
·         Lateran Tretay (11 february 1929)

Kaum Pemberontak/Beligerensi (Belligerent)
Kaum beligerensi pada awalnya muncul sebagai akibat dan masalah dalam negeri suatu negara berdaulat.Oleh karena itu, penyelesaian sepenuhnya merupakan urusan negara yang bersangkutan. Namun apabila pemberontakan tersebut bersenjata dan terus berkembang, seperti perang saudara dengan akibat-akibat di luar kemanusiaan, bahkan meluas ke negara-negara lain, maka salah satu sikap yang dapat diambil adalah mengakui eksistensi atau menerima kaum pemberontak sebagai pribadi yang berdiri sendiri, walaupun sikap ini akan dipandang sebagai tindakan tidak bersahabat oleh pemerintah negara tempat pemberontakan terjadi. Dengan pengakuan tersebut, berarti bahwa dari sudut pandang negara yang mengakuinya, kaum pemberontak menempati status sebagai pribadi atau subyek hukum internasional.
Dasar hukumnya:
·         Hak untuk menentukan nasib sendiri
·         Hak untuk memilih sistem ekonomi, social dan budaya sendiri
·         Hak untuk menguasai sumber daya alam

Individu
Pertumbuhan dan perkembangan kaidah-kaidah hukum internasional yang memberikan hak dan membebani kewajiban serta tanggungjawab secara langsung kepada individu semakin bertambah pesat, terutama setelah Perang Dunia II. Lahirnya Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) pada tanggal 10 Desember 1948 diikuti dengan lahirnya beberapa konvensi-konvensi hak asasi manusia di berbagai kawasan, dan hal ini semakin mengukuhkan eksistensi individu sebagai subyek hukum internasional yang mandiri.
Dasar hukumnya:
·         Perjanjian Versailles 1919 pasal 297 dan 304
·         Perjanjian upersilesia 1922
·         Keputusan permanent court of justice 1928
·         Perjanjian London 1945 (lnggris, Prancis, Rusia, USA)
·         Konvensi Genocide 1948

Perumusan Multinasional
Perusahaan multinasional memang merupakan fenomena baru dalam hukum dan hubungan internasional.Eksistensinya dewasa ini memang merupakan suatu fakta yang tidak bisa disangkal lagi.Di beberapa tempat, negara-negara dan organisasi internasional mengadakan hubungan dengan perusahaan-perusahaan multinasional yang kemudian melahirkan hak-hak dan kewajiban internasional, yang tentu saja berpengaruh terhadap eksistensi, struktur substansi dan ruang lingkup hukurn internasional itu sendiri.

Lembaga Peradilan Internasional

1. Mahkamah Internasional :
Mahkamah internasional adalah lembaga kehakiman PBB berkedudukan di Den Haag, Belanda. Didirikan pada tahun 1945 berdasarkan piagam PBB, berfungsi sejak tahun 1946 sebagai pengganti dari Mahkamah Internasional Permanen.
Mahkamah Internasional terdiri dari 15 hakim, dua merangkap ketua dan wakil ketua, masa jabatan 9 tahun. Anggotanya direkrut dari warga Negara anggota yang dinilai cakap di bidang hukum internasional. Lima berasal dari Negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB seperti Cina, Rusia, Amerika serikat, Inggris dan Prancis.

Fungsi Mahkamah Internasional:
Adalah menyelesaikan kasus-kasus persengketaan internasional yang subyeknya adalah Negara. Ada 3 kategori Negara, yaitu :
• Negara anggota PBB, otomatis dapat mengajukan kasusnya ke Mahkamah Internasional.
• Negara bukan anggota PBB yang menjadi wilayah kerja Mahkamah intyernasional. Dan yang bukan wilayah kerja Mahkamah Internasional boleh mengajukan kasusnya ke Mahkamah internasional dengan syarat yang ditentukan dewan keamanan PBB.
• Negara bukan wilayah kerja (statute) Mahkamah internasional, harus membuat deklarasi untuk tunduk pada ketentuan Mahjkamah internasional dan Piagam PBB.

Yuridikasi Mahkamah Internasional :
Adalah kewenangan yang dimilki oleh Mahkamah Internasional yang bersumber pada hukum internasional untuk meentukan dan menegakkan sebuah aturan hukum. Kewenangan atau Yuridiksi ini meliputi:
• Memutuskan perkara-perkara pertikaian (Contentious Case).
• Memberikan opini-opini yang bersifat nasehat (Advisory Opinion).

Yuridikasi menjadi dasar Mahkamah internasional dalam menyelesaikan sengketa Internasional. Beberapa kemungkinan Cara penerimaan Yuridikasi sbb :
• Perjanjian khusus, dalam mhal ini para pihak yang bersengketa perjanjian khusus yang berisi subyek sengketa dan pihak yang bersengketa. Contoh kasus Indonesia degan Malaysia mengenai Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan.
• Penundukan diri dalam perjanjian internasional, Para pihak yang sengketa menundukkan diri pada perjanjian internasional diantara mereka, bila terjadi sengketa diantara para peserta perjanjian.
• Pernyataan penundukan diri Negara peserta statute Mahkamah internasional, mereka tunduk pada Mahkamah internasional, tanpa perlu membuat perjanjiankhusus.
• Keputusan Mahkamah internasional Mengenai yuriduksinya, bila terjadi sengketa mengenai yuridikasi Mahkamah Internasional maka sengketa tersebut diselesaikan dengan keputusan Mahkamah Internasional sendiri.
• Penafsiran Putusan, dilakukan jika dimainta oleh salah satu atau pihak yang bersengketa. Penapsiran dilakukan dalambentuk perjanjian pihak bersengketa.
• Perbaikan putusan, adanya permintaan dari pihak yang bersengketa karena adanya fakta baru (novum) yang belum duiketahui oleh Mahkamah Internasional.

2. Mahkamah Pidana Internasional :
Bertujuan untuk mewujudkan supremasi hukum internasional dan memastikan pelaku kejahatan internasional. Terdiri dari 18 hakim dengan masa jabatan 9 tahun dan ahli dibidang hukum pidana internasional. Yuridiksi atau kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah Pidana Internasional adalah memutus perkara terhadap pelaku kejahatan berat oleh warga Negara dari Negara yang telah meratifikasi Statuta Mahkamah.

3. Panel Khusus dan Spesial Pidana internasional :
Adalah lembaga peradilan internasional yang berwenang mengadili para tersangka kejahatan berat internasional yang bersifat tidak permanen atau sementara (ad hoc) dalam arti setelah selesai mengadili maka peradilan ini dibubarkan. Yuridiksi atau kewenangan darai Panel khusus dan special pidana internasional ini, adalah menyangkut tindak kejahatan perang dan genosida (pembersihan etnis) tanpa melihat apakah Negara dari si pelaku itu telah meratifikasi atau belum terhadap statute panel khusus dan special pidana internasional ini. Contoh Special Court for East Timor dan Indonesia membentuk Peradilan HAM dengan UU No. 26 tahun 2000.

1.Konflik perebutan wilayah antara Filipina dengan Malaysia mengenai klaim Filipina atas wilayah Kesultanan Sabah Malaysia Timur. 
2.Konflik antara Singapura dengan Malaysia tentang perebutan Pulau Batu Putih di Selat Johor; 
3.Perbedaan pendapat antara Malaysia dan Brunei mengenai batas wilayah tak bertanda di daratan Sarawak Malaysia Timur serta batas wilayah perairan Zona Ekonomi Eksklusif; 
4.Konflik berlarut antara Myanmar dan Bangladesh di wilayah perbatasan; 
5.Sengketa antara Cina dan Vietnam tentang pemilikan wilayah perairan di sekitar Kepulauan Paracel; 


Pada tanggal 16 Desember 2009, the International Tribunal for the Law of the Sea-ITLOS (selanjutnya disebut Tribunal) mengumumkan bahwa baru saja menerima berkas sengketa batas maritim antar negara untuk diselesaikan.Sengketa tersebut melibatkan dua negara bertetangga di perairan Teluk Bengal, yaitu Banglades dan Myanmar.Di luar itu, perlu dicatat bahwa Banglades juga sedang mempersiapkan pengajuan sengketa batas maritimnya dengan India ke Mahkamah Internasional.Myanmar dan Banglades telah melakukan perundingan bilateral untuk menetapkan batas diantara mereka selama lebih kurang 35 tahun.Hal ini menjadi salah satu bukti bahwa perundingan batas maritim antar negara adakalanya dapat memakan waktu yang cukup lama dan belum tentu menghasilkan garis batas yang diterima para pihak.Sangat mungkin satu-satunya kesepakatan yang dicapai adalah kesepakatan untuk mencari penyelesaian melalui pihak ketiga, termasuk melalui Tribunal atau mahkamah internasional lainnya.
Yang perlu digaris bawahi adalah keputusan untuk menyelesaikan sengketa batas maritim melalui jalur pihak ketiga, seperti apa yang dilakukan Banglades dan Myanmar, seyogyanya tidak dilihat sebagai rusaknya hubungan persahabatan antara para pihak yang bersengketa. Hal ini haruslah dilihat sebagai salah satu cara penyelesaian sengketa dengan cara-cara damai sebagaimana yang diamanatkan oleh Piagam PBB demi menjaga perdamaian antara para pihak secara khusus dan dunia secara umum.

Sipadan-Ligitan Akhirnya Lepas

  • Meski Kecewa, Pemerintah RI Menerima
JAKARTA - Pemerintah Indonesia mengaku kecewa atas kekalahan dalam perebutan Pulau Sipadan-Ligitan. Meski demikian, Pemerintah RI akan menerima keputusan Mahkamah Internasional ini sebagai keputusan final dan mengikat.
Menurut Majelis Hakim yang dipimpin Gilbert Guillaume dari Prancis, argumen yang dimiliki Indonesia dalam perkara itu dianggap tidak relevan.Dengan demikian, Majelis Hakim memutuskan bahwa pulau itu secara definitif menjadi milik Malaysia.

 

1 komentar:

  1. i like this post.....
    jangan lupa kunjungi juga yw...
    http://kabeh-nuza.blogspot.com/2012/12/video-motivasi-kick-andy.html

    BalasHapus

Pages - Menu

 
Night Diamond - Link Select 2